Ekspor Kayu Olahan Terancam Sertivikat

16 Juli 2011


 Ekspor Kayu Olahan Terancam Sertivikat


Industri kayu olahan di Jawa Tengah terancam tidak bisa mengekspor ke wilayah Eropa, Amerika Serikat dan Jepang, apabila tidak memiliki sertifikat. 

Pasalnya pemerintah segera menandatangani perjanjian kerja sama sukarela (VPA - Voluntary Partnership Agreement) dengan Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang tentang kebijakan sertifikasi untuk melindungi hutan dan mencegah perdagangan kayu ilegal.

Ketua Tim Ahli Klaster Industri Mebel dan Kayu Olahan Jawa Tengah, Wiradadi Soeprayogo mengatakan, kebijakan yang diterapkan nagara – negara tujuan ekspor itu dapat menjadi hambatan ekspor industri kayu olahan.

“Selama ini hambatan utama ekspor kayu olahan terletak pada non tarif barriers. Uni Eropa selama ini paling menjadi ikon. Ketika menerapkan pola sertifikasi, pasti semua mengikuti. Pengusaha kita akan kesulitan karena tidak kenal sertifikat,” demikian dikatakan Wiradadi.

Penandatanganan dan ratifikasi perjajian kerja sama sukarela antara Indonesia dan Uni Eropa akan dilakukan September 2011. Penerapan lisensi melalui regulasi kayu dimulai Maret 2013.
Sertifikat kayu yang diakui Uni Eropa akan dikeluarkan oleh lembaga independen. Standar sertifikasi diatur oleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Wiradadi menambahkan “Realisasi perjanjian tersebut akan menjadi tekanan bagi sektor manufaktur, termasuk industri kayu olahan agar segera memperbaiki dan menerapkan kebijakan pengadaan atau pembelian yang lebih bertanggung jawab, terutama produk yang berbahan baku kayu”.

Jepang

Menurut Wiradadi, Jepang telah menetapkan persyaratan Japan Agriculture Standard (JAS) atas kayu dan produk kayu impor yang akan digunakan untuk bahan bangunan disana.

Persyaratan yang diberlakukan sejak tahun 2003 itu antara lain menyangkut kualitas produk, mulai bahan kimia yang terkandung dalam produk kayu misalnya kayu lapis, ukuran hingga sistem pengeleman.

Di Jawa Tengah, dari sekitar 40 unit industri plywood, baru dua yang sudah mengantongi sertifikat JAS. Untuk mendapatkan JAS tidak mudah. Kita tidak bisa membeli sertifikat dengan uang, karena semua infrastrukturnya dikalibrasi. Di Asia hanya satu yang boleh mengakreditasi JAS, yaitu PT. Multi Agung Lestari, papar Wiradadi.

Untuk itu kata Wiradadi, industri kayu olahan di Jawa Tengah perlu dipacu agar mengantongi sertifikat kayu untuk memenuhi ketentuan ekspor kekawasan Uni Eropa.

Tim Ahli Klaster Industri Mebel dan Kayu Olahan akan melakukan pendampingan kepada pengusaha kayu olahan di Jawa Tengah menyangkut legalitas usaha, perizinan, bahan baku, produksi dan penjualan.

Hasil industri kayu olahan Jawa Tengah meliputi laminating board falcata, laminating fingerjoint, fingerjoint aghatis, laminat board pinus, flooring,  housing dan aneka kerajinan souvenir lainnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, Ihwan Sudrajat  mengatakan, kecuali sertifikasi hampir tidak ada kesulitan yang dihadapi pengusaha kayu olahan di Jawa Tengah.

“Kebutuhan bahan baku yang menjadi persoalan sejak sepuluh tahun lalu pun sudah mampu disiasati oleh produsen,” jelas Ihwan.

Sumber :
Suara Merdeka, Sabtu 16 Juli 2011, halaman 4