Komitmen multipihak untuk Pengelolaan hutan lestari, SVLK dan VPA

12 Juli 2011


Komitmen multipihak untuk Pengelolaan hutan lestari, SVLK dan VPA

Untuk memastikan produk kayu yang diperdagangkan dan beredar di pasar dunia telah memiliki status legalitas dan bisa dipertanggung jawabkan, maka sejak tahun 2009 Indonesia telah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sementara, sejumlah kesepakatan dan komitmen terus dibuat untuk memastikan hutan Indonesia tetap lestari.

Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa berhasil mencapai kesepakatan untuk memberantas perdagangan kayu illegal yang dinamai Voluntary Partnership Agreement (VPA) atau Kesepakatan Kemitraan Sukarela, pada tanggal 4 Mei 2011 lalu. Indonesia yang saat ini menjadi salah satu eksportir produk kayu ke Eropa, dengan kesepakatan tersebut didorong melakukan percepatan terhadap Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) dan penerapan SVLK agar mampu meraih kepercayaan lebih tinggi di negara – negara konsumen.

Perusahaan di Indonesia yang berniat mengekspor produk kayu ke Eropa wajib memberikan jaminan bahwa produk mereka bisa dilacak dari hutan hingga ke pelabuhan ekspor. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan meningkatkan kualitas produk kayu Indonesia di mata konsumen dunia sehingga menambah posisi tawar perusahaan, produsen kayu maupun petani hutan rakyat. Bagi Indonesia, kesepakatan VPA ini mengubah perubahan paradigma bisnis sektor kehutanan dari business asal menuju Best Management Practice.
PT Sucofindo (Persero), lembaga independen yang selama ini telah menjalankan verifikasi legalitas kayu yang terakreditasi menjalin kerjasama dengan organisasi konservasi WWF – Indonesia yang mendukung percepatan Pengelolaan Hutan Lestari.
Kata Dr. Efransjah, Direktur Eksekutif WWF – Indonesi, ”Legalitas kayu merupakan satu elemen strategis penjamin pengelolaan hutan lestari dijalankan dengan baik. Kami berharap kemitraan dengan Sucofindo mampu mendorong nilai–nilai lingkungan seperti kesejahteraan masyarakat lokal dan keberadaan satwa yang dilindungi di dalam hutan bisa berjalan harmonis dengan produksi produk kayu perusahaan.” Lebih lanjut Efransjah mengatakan, pengelolaan hutan lestari pada akhirnya akan mewujudkan perdagangan bertanggung jawab di Indonesia.

Hidayat Hardiyan, Direktur Komersial II PT Sucofindo mengatakan, ”Ini merupakan wujud komitmen semua pihak menuju perubahan dengan kesadaran bersama. Kerjasama dengan WWF sebagai bagian dukungan nyata terhadap kebijakan Pemerintah dalam penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai instrumen pengelolaan hutan dan perdagangan kayu yang bertanggung jawab, kepercayaan ini akan kami laksanakan dengan sebaik-baiknya agar kelestarian alam Indonesia sebagai salah satu paru-paru hutan alam dunia tetap terjaga”.

Faisal Firdaus – Sustainable Development Manager PT Carrefour Indonesia menambahkan bahwa sebagai perusahaan ritel kami menyadari tanggung jawab ini dan berkomitmen untuk mendorong pengunaan bahan baku yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan melakukan pembelian dari pemasok yang menggunakan bahan baku kayu yang berasal bukan dari konversi hutan alam, contohnya adalah produk-produk yang berasal dari anggota GFTN. Perusahaan ritel terbesar di Indonesia, PT Carrefour Indonesia (Carrefour) hadir sebagai pembicara pada pertemuan antar sektor bisnis kehutanan ini.

Dalam semangat konservasi dan penerapan Best Management Practice (BMP), GFTN melakukan pendekatan ke banyak perusahaan di bawah fasilitasinya. Pada tanggal 19 Mei 2011, PT Essam Timber, anggota baru GFTN Indonesia, secara resmi menandatangani Participation Agreement. PT. Essam Timber merupakan konsesi hutan terbesar di wilayah Heart of Borneo dengan luas lebih dari 350.000 Ha terletak di perbatasan Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur.
Berkaitan dengan kerjasama antara WWF-Indonesia dengan PT. Sucofindo dalam kerangka implementasi SVLK dan GFTN merupakan sinergi yang saling menguntungkan bagi dunia usaha karena akan semakin memperbesar opsi dan promosi bagi bisnis yang mengedepankan kelestarian lingkungan.

WWF-Indonesia melalui program Global Forest & Trade Network yang di Indonesia memiliki 32 anggota bekerja di tingkat tapak untuk mendorong pengelolaan hutan yang lestari, GFTN juga memfasilitasi jaringan perdagangan antara perusahaan – perusahaan yang berkomitmen mencapai dan mendukung sektor kehutanan yang bertanggung jawab. 

Dr. Efransjah mengatakan bahwa kerjasama dengan PT. Essam Timber ini menjadi contoh nyata dukungan WWF terhadap Pengelolaan Hutan Lestari. “PT. Essam Timber merupakan salah satu perusahaan yang memiliki komitmen tinggi dalam penerapan prinsip-prinsip PHL. Konsesi hutan Essam berada di perbatasan Taman Nasional Kayan Mentarang PT. Essam mempunyai nilai strategis sebagai buffer dalam menjaga keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup,”ujarnya.

Amir Sunarko, Presiden Direktur PT Essam Timber mengatakan, ”Komitmen dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan alam berkelanjutan terus dipertahankan dalam pengelolaan hutan alam. Dengan demikian terjadi keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan bahan baku dari hutan alam untuk jangka panjang dengan kelestarian hutan alam itu sendiri”.

Salah satu elemen strategis untuk Best Management Practice (BMP) di antara perusahaan dan bisnis retail adalah dengan memperoleh sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) dan SVLK sebagai sebuah langkah awal menuju perdagangan yang bertanggung jawab.