SVLK Indonesia dipromosikan Menteri Kehutanan ke Dunia Internasional

01 Juni 2012


Indonesia melalui Menteri Kehutanan selama empat tahun melakukan negosiasi mencapai suatu terobosan yang signifikan untuk menyepakati diselesaikannya proses negosiasi FLEGT VPA dan perjanjian tersebut merupakan jaminan pertama dari negara-negara di Asia untuk pasar Eropa yang menerima kayu dan produk-produk kayu legal. Karena Uni Eropa melarang pemasaran kayu yang ditebang secara illegal.

Indonesia sebagai negara eksportir kayu terbesar yang memasuki negosiasi untuk perjanjian VPA (Voluntary Partnership Agreement) dan merupakan negara Asia pertama yang menyelesaikan negosiasi VPA.

Indonesia dan Uni Eropa berkomitmen merespon permasalahan pembalakan liar dan perdagangan internasional dengan penyelesaian negosiasi VPA. Wujud dari VPA ini, Indonesia akan menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Dengan demikian Indonesia akan memenuhi kebijakan Uni Eropa berkenaan dengan penegakan hukum, ketatalaksanaan dan perdagangan di bidang kehutanan (Forest Law Enforcement Governance and Trade atau FLEGT) untuk kayu dan produk-produk kayu.

SVLK bersifat wajib dilaksanakan oleh seluruh unit usaha yang mengolah hutan, baik hutan negara maupun hutan rakyat, serta industry perkayuan, baik industry hulu maupun industry hilir dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan yang sudah direvisi dengan No. P.68/Menhut-II/2011.

Direncanakan dimulai Januari 2013 seluruh eksport produk perkayuan Indonesia wajib berasal dari unit kelola yang bersertifikat legal dan dilampiri dokumen V-Legal (verified legal). Hal ini berdasarkan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Keuangan, dan dengan dukungan penuh asosiasi-asosiasi.

Sertifikasi membuktikan bahwa produk perkayuan kita adalah legal, dan bahkan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Kebijakan SVLK ini dimaksudkan untuk meningkatkan kredibilitas kayu dan produk perkayuan Indonesia.

Rincian unit kelola hutan dan industri perkayuan telah mendapatkan sertifikat legalitas (SL) atau bahkan sertifikat lestari (SPHPL) dari auditor independen.

- Sertifikat Lestari (Hutan Alam): 40 unit, dengan luas total 4.801.602 Ha
- Sertifikat Lestari (Hutan Tanaman): 38 unit, luas total 3.475,931 Ha
- Sertifikat Legalitas (Hutan Alam): 12 unit, luas total 924.419 Ha
- Sertifikat Legalitas (Hutan Tanaman): 1unit, seluas 350.165 Ha
- Sertifikat Legalitas Hutan Rakyat: 5 unit, luas total area 3.100 Ha
- Sertifikat Legalitas industry pengolahan kayu: 205 unit

Pada bulan Mei tahun lalu, bersama Komisioner Perdagangan Uni Eropa, Menhut telah melakukan Perjanjian Perdagangan yang disebut Voluntary Partnership Agreement (VPA). Melalui VPA, Uni Eropa mengakui legalitas produk perkayuan Indonesia yang telah bersertifikat SVLK. Ini merupakan bukti bahwa SVLK akan diterima di pasar Uni Eropa.

Sebelumnya, Amerika dan Jepang juga sudah terlebih dahulu menerapkan aturan dan kebijakan untuk hanya menerima import produk perkayuan yang legal. Jadi bukan hanya Uni Eropa saja yang menerapkan sertifikasi penjaminan legalitas kayu yang akan mulai berlaku Maret 2013. Bahkan, pada bulan Maret 2012 yang lalu, Menhut menerima kunjungan Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia. Pemerintah Australia sedang menggodok Illegal Logging Bill atau Rencana Undang-undang (RUU) Pembalakan Liar. Bila RUU tersebut diterima, maka Australia juga akan menerapkan aturan yang keras untuk tidak mengizinkan import produk kayu apabila tidak diketahui secara pasti legalitasnya.

Kunjungan Menteri Kehutanan

Pada tanggal 28-31 Mei 2012 yang lalu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengadakan kunjungan kerja di Inggris dan Amerika Serikat, dalam kunjungannya di Inggris Menteri mengadakan pertemuan dengan UK Secretary of State for International Development, Andrew Mitchell, MP membahas kerjasama dalam bidang SVLK. Selanjutnya berkunjung ke James Latham Timbers Plc dan mengadakan pertemuan dengan Stakeholder Rountable Meeting on Forest Policy and Its Implementation in Indonesia dengan kalangan usaha (IKEA, Marks & Spencer, APP, Kingfisher, James Lathams), LSM (Greenpeace, WWF) dan Pemerintah (DFID, DECC, DEFRA, FCO).

Di Amerika Serikat, menteri kehutanan menghadiri Luncheon featureng presentation on Indonesia Policy toward Sustainable Forest Management dengan Congressmen, Senators, kalangan usaha, LSM, dan pemerintah (USFS, USDA, US Trade) juga menerima World Resources Institute (WRI) dan World Wildlife for Nature.